Inpres Perberasan Harus Segera Di Revisi

Inpres Perberasan Harus Segera Di Revisi. Berita terbaru, Kalangan akademisi menilai Inpres Perberasan no 7/2009 yang antara lain mengatur Harga Pembelian Pemerintah (HPP) justru merugikan petani sehingga sudah semestinya pemerintah melakukan revisi atau perubahan.

Guru Besar Sosial Ekonomi Agroindustri UGM, Mochammad Maksum Machfoedz di Jakarta, Minggu mengatakan, perhitungan harga gabah dan beras yang ditetapkan sebagai HPP tidak masuk akal karena terlihat harga beras lebih rendah dari harga gabah.

“Tidak mungkin harga beras lebih murah daripada harga gabah,” kata Ketua Pengurus Besar NU 2010-2015 itu.

Dia mengungkapkan dalam Inpres no 7/2009 disebutkan HPP beras sebesar Rp5.060/kg sedangkan harga gabah kering giling (GKG) Rp3.345/kg padahal untuk mengubah menjadi beras masih diperlukan ongkos giling antara Rp200-Rp400/kg.

Kondisi tersebut, lanjutnya, mengakibatkan Inpres Perberasan dari no 13/2005 hingga Inpres no 7/2009 yang diharapkan memperbaiki nasib petani menjadi tidak jelas kemanfaatannya.

Hal itu, menurut Maksum karena Inpres tersebut mengamanatkan harga beras harus lebih murah dari harga gabahnya yang mana hal itu tidak pernah terjadi di dunia.

“Akibatnya seperti sekarang ini yakni harga beras naik sedikit saja semua berteriak dan menekan negara untuk menurunkannya,” katanya.

Kondisi tersebut, tambahnya, tidak akan terjadi jika HPP beras ditetapkan sebesar Rp6.000/kg sehingga akan mentolerir lonjakan harga sampai Rp7.500/kg jika batas toleransi harga 25 persen untuk beras medium.

Maksum mengungkapkan penetapan HPP gabah maupun beras seperti itu merupakan hasil perhitungan birokrasi, politis dan pemilik modal sehingga lebih mementingkan kepentingan mereka daripada petani.

Menurut dia, jika pemerintah masih tetap menetapkan harga gabah kering giling sesuai Inpres Perberasan sebesar Rp3.345/kg maka harga beras yang ideal yakni Rp5.500/kg.

Pada kesempatan itu dia juga menyatakan, sudah saatnya pemerintah melepaskan ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

“Kalau ketergantungan impor ini tidak diputus maka akan semakin rawan. Oleh karena itu impor harus diputus dan kembangkan diversifikasi pangan,” katanya.

Dia mengungkapkan untuk komoditas pangan strategis tingkat importasi nasional pada 2009 memperlihatkan cukup tinggi yakni bawang putih 90 persen dari kebutuhan dalam negeri, susu 70 persen, kedelai 65 persen, gula 40 persen, daging sapi 36 persen, kacang tanah 15 persen, jagung 10 persen.

Sedangkan pada tahun lalu impor garam mencapai 70 persen dari kebutuhan, bibit ayam ras dan gandum serta terigu masing-masing mencapai 100 persen.


Tag : Inpres Perberasan Harus Segera Di Revisi
Berikan Komentar Anda Mengenai Inpres Perberasan Harus Segera Di Revisi

Leave a Reply